Senin, 08 Juli 2013

Tugas Ilmu Ekonomi



Nama : M.Mauluddin Fanani
NIM : 201269030017
Jurusan : T.Industri


 Politik Bisnis sebagai Subkajian Hubungan Internasional

Disiplin ilmu yang paling berambisi untuk membahas aspek politik dari bisnis internasional adalah Hubungan Internasional (HI). Sebagai suatu bidang studi, HI menetapkan batas-batas yang tidak terlalu jelas tentang apa saja yang dicakup sebagai pokok bahasan. Ada yang berpendapat bahwa HI mempelajari fenomena politik internasional yang meliputi keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara untuk mempengaruhi negara-negara lain (Goldstein, 1996: 5). Lingkup bahasan politik internasional itu send iri mencakup pelbagai aktivitas seperti peperangan, diplomasi, perdagangan, aliansi, pertukaran budaya, partisipasi dalam lembagalembaga internasional, pembentukan kelompok ekonomi regional, dan sebagainya.
Disiplin HI membahas politik bisnis di dalam rubrik Politik Ekonomi Internasional (PEI) yang muncul sebagai subdisiplin sejak dckade 1970-an dan 1980- an. Terminologi PEI itu sendiri diperkenalkan oleh para pakar hubungan internasional seperti Joan Spero, Susan Strange, Robert Gilpin, dan lain-lain. Sementara itu subkajian “politik bisnis internasional” termasuk claim lingkup PEI. Subbahasan ini mencoba untuk mengisi kekosongan dalam literatur PEI yang membahas fenomena bisnis internasional dari kacamata politik. Telah banyak publikasi yang membahas bisnis internasional, tetapi belum banyak yang mencoba menjelaskannya dari kacamata politik, di mana faktor power (kekuasaan) dan structure (struktur) dianggap sebagai faktor-faktor penting yang mempengaruhi perilaku aktor-aktor negara dan nonnegara (seperti kelompok bisnis, lembaga keuangan internasional, rezim internasional, dll.) dalam melakukan transaksi bisnis antarbangsa dan antarwilayah.

Beberapa pakar mencoba mendefinisikan istilah “politik ekonomi” untuk memberikan justifikasi konseptual bagi studi tentang konsekuensi politis dari fenomena ekonomi. Tokoh-tokoh ekonomi seperti Gary Becker, Anthony Downs, dan Bruno Frey mendefinisikan “politik ekonotni” sebagai aplikasi teori-teori ekonomi untuk menjelaskan perilaku sosial-politik individu, kelompok, organisasi maupun negara.
Sedangkan Robert Gilpin (1987) dan Roger Tooze (1984) mendefinisikan “politik ekonomi” sebagai suatu subdisiplin yang membahas tentang interaksi antara pelbagai aktivitas politik dan ekonomi dengan menggunakan pelbagai paradigma, perspektif, teori, dan metode yang diambil dari disiplin ilmu politik dan ilmu ekonomi. Pada awalnya, PEI memfokuskan pada dinamika hubungan antarnegara maju dan pelbagai organisasi internasional di belahan bumi bagian utara; namun sejak dekade 1990-an, hubungan antara negara maju dengan negara miskin, dan bahkan hubungan antarnegara miskin di belahan
bumi bagian selatan pun mulai menjadi pusat perhatian. Setidaknya ada dua hal yang membuat para pakar mulai memperhatikan dinamika politik ekonomi di negara berkembang. Pertama, krisis finansial di negara-negara ber-kembang sejak awal dekade 1980-an yang mengakibatkan resesi ekonomi pada skala global. Kedua, pertumbuhan ekonomi pesat yang dicapai beberapa negara industri baru di kawasan Asia Timur seperti Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, dan Singapura telah menciptakan dinamika baru dalam transaksi bisnis antarnegara yang menarik perhatian para pakar.
Ada perbedaan-perbedaan mendasar dalam cara orang memandang feno-mena bisnis internasional. Beberapa pakar yang menggabungkan HI dengan PEI seperti Robert Gilpin, Robert Keohane, John G.
Ruggie, dan Stephen Krasner mendasarkan analisis mereka pada perspektif liberalisme yang menyatakan bahwa transaksi bisnis antarbangsa hanya dapat berjalan di bawah sistem pasar bebas (free market), keterbukaan dan prinsip nondiskriminasi. Sebagaimana dikatakan Robert Gilpin (1987: 172): “… perdagangan bebas cenderung menciptakan perdamaian dunia karena saling ketergantungan ekonomi dapat menciptakan hubungan-hubungan positif antarbangsa yang pada gilirannya mengembangkan hannoni kepentingan ….”

Pandangan semacam ini membangkitkan kritik dari pakar HI di luar kubu liberal, terutama Robert Cox dan Stephen Gill. Dengan merujuk pada teori pemikir Marxis Italia, Antonio Gramsci, Cox (1987) menyatakan bahwa feno-mena ekonomi dan bisnis internasional seharusnya tidak dipahami sebagai se-kuensi dari pelbagai peristiwa rutin dengan hasil akhir yang bisa diprediksi, melainkan dilihat sebagai suatu gabungan dari pelbagai hubungan sosial (kelas, etnis, regional, dn.) yang membentuk struktur-struktur tertentu dengan pola yang berubah-ubah dari waktu ke waktu. Maka, unit analisis yang dipakai dalam melihat transaksi bisnis antarbangsa seharusnya bukanlah negara sebagai suatu kesatuan, melainkan “agency” yang terdiri dari konsumen, produsen, perusahaan, kelompok kepentingan, buruh, dan lain-lain (Gill, 1993: 24). Lcbih jauh lagi, para pengkritik liberalistne menyatakan sangat ironis jika kaum liberal memiliki keyakinan sempit bahwa sistem perdagangan bebas hanya dapat dipertahankan di bawah kekuatan hegemonis suatu negara yang dapat memaksa negara-negara lain untuk mematuhi standar aturan tertentu.
Kritik lain datang dari Andre G. Frank dan Barry K. Gills (1996) yang mempertanyakan validitas proposisi teoretis kaum liberal yang hanya merujuk pada fakta-fakta selama 500 tahun ke belakang. Bagi mereka, sejarah sistem kapitalisme dunia sesungguhnya bennula sejak 5000 tahun yang lalu, jauh sebe-lum peradaban Eropa (atau Barat) mendominasi dunia. Sejak sekitar 3000 SM, sistem dunia diwarnai oleh dua fenomena penting: “ekspansi” dan “krisis” yang datang silih berganti. Pada saat itu, bersamaan dengan munculnya zaman pe-runggu, hubungan antarbangsa telah terjalin di bawah hegemoni kerajaan Mesopotamia yang daerah pengaruhnya meliputi pelbagai kota niaga penting seperti Mari, Ebla, Elam, Lagash, Ur, Nippur, Kish, Uruk, dan Akkad (Frank dan Gills, 1996: 152). Jika rentangan sejarah perekonomian dunia dibentangkan sejauh 5000 tahun, maka — menurut Frank dan Gills — akan teridentifikasi proses eksploitasi, peperangan, serta kekerasan yang menjadi ciri khas dan sekaligus faktor pendorong bagi proses ekspansi perekonomian dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar